MENGEKSPLORASI POTENSI PANGAN LOKAL DI KADAVU ISLAND, FIJI
Oleh : Endah Puspitojati*
www.pertanian.polbangtanyoma.ac.id Kadavu Island merupakan pulau kecil dengan luas 411 km2, walaupun demikian pulau ini merupakan pulau ke empat terbesar di Fiji. Perjalanan menuju ke Kadavu ditempuh kurang lebih 7 jam perjalanan laut dari Suva (ibu kota Fiji). Perjalanan yang cukup melelahkan terobati seketika ketika tiba di Kadavu dengan pesona alamnya yang masih alami, udara segar, dan tentunya dengan pantai-pantainya yang sungguh indah. Ditambah lagi dengan keramahan penduduknya dalam menyambut kedatangan tim dari Koronivia Research Station. “BULA” merupakan kata yang tidak pernah terlupakan ketika kita bertemu dengan orang Fiji.
Perjalanan ke Kadavu dilakukan utamanya dalam rangka Food Training. Rencana training yang terpusatkan di Desa Vunisea (pusat administrasi di Kadavu) berubah seketika ketika tiba disana. Hal ini dikarenakan lokasi desa-desa di pulau ini sangat terpencil dan sangat sulit transportasinya. Akhirnya acara training kemudian dilakukan di tiga desa yang berbeda yaitu Desa Namara, Desa Nabukelevuira dan Desa Muani. Namun selama kurang lebih satu minggu disana (19-27 November 2013) serangkaian kegiatan kemudian dilaksanakan tidak hanya food training saja, namun sangat beragam dari roadshow, sosialisasi pangan di sekolah, kunjungan ke desa hingga mengikuti pembukaan salah satu kantor penyuluhan pertanian di salah satu desa di pulau tersebut. Petualangan pun dimulai dari sini (cihuiiii).
Hari pertama di Desa Vunisea, kami melakukan sosialisasi tentang pangan di salah satu Secondary School. Tema yang diangkat adalah “Exploration of Local Food in Fiji” , sesuai dengan tujuan utama yaitu untuk terus mensosialisasikan, membuka mata dan pikiran penduduk Fiji bahwa mereka mempunyai kekayaan yang luar biasa yang harus dimanfaatkan secara optimal terutama dengan memanfaatkan sumberdaya lokal untuk produk pangan. Selama ini Fiji sangat tergantung pada produk makanan impor, padahal potensi hasil pertaniannya cukup besar. Di Pulau Kadavu, singkong, talas, ubi jalar, sukun, kelapa, berbagai jenis sayuran dan buah-buahan begitu melimpah. Keterbatasan ilmu membuat mereka belum mampu mengoptimalkan hasil pertanian yang ada. Bayangkan saja singkong yang selama ini menjadi makanan pokok, hanya diolah menjadi singkong rebus. Dan jika panen melimpah, ketersediaan melimpah singkong tersebut hanya ditumpuk dan terbuang sia-sia. Fiji adalah negara yang dikaruniai kesuburan tanah yang luar biasa, hampir sama dengan Indonesia, apa yang dapat tumbuh di tanah air kita, begitu mudah pula bisa tumbuh di Fiji.
Roadshow dilakukan pada hari kedua bersamaan dengan Fisheries Day di sebuah lapangan luas di tepi pantai. Deburan ombak nan merdu mengiringi roadshow ini yang dimeriahkan dengan kedatangan Menteri Pertanian Fiji, Mr. Inisia Seruratu. Masyarakat Kadavu sangat antusias dengan acara tersebut, tim Koronivia menghadirkan berbagai macam produk yang sudah dikembangkan di Food Development Product Laboratory. Menteri pun sangat terkesima dengan produk laboratorium kami. Dialog dengan mentri pun berlanjut dengan sebuah rencana besar untuk Fiji, perwujudan keanekaragaman pangan lokal. Hal tersebut tidak akan pernah terwujud jika tidak ada kerjasama dengan penyuluh-penyuluh pertanian setempat karena penyuluh merupakan salah satu ujung tombak keberhasilan pertanian di suatu negara.
Pada hari ketiga, perjalanan berlanjut dengan mengikuti perjalanan mentan untuk meresmikan sebuah kantor penyuluhan yang berada di Desa Rafitagi. Sebenarnya desa tersebut tidak terlalu jauh dari Vunisea, hanya saja jalan yang harus ditempuh begitu sulitnya. Jalan berlumpur dan harus melewati hutan rimba. (bumpy road ).
Pusat administrasi Kadavu berada di Desa Vunisea, jumlah penduduk di pulau ini kurang lebih 10.500 jiwa dengan satu kantor penyuluhan yang berada di Vunisea. Dengan diresmikannya Rafitagi Extension Office, maka diharapkan kegiatan penyuluhan pertanian akan lebih dapat mengena pada sasarannya. Jumlah penyuluh di pulau ini sekitar 10 orang.
Kegiatan selanjutnya adalah training selama tiga hari berturut-turut di Desa Namara, Desa Nabukelevuira dan Desa Muani. Setiap hari kami harus menyusuri hutan untuk menuju ketiga desa tersebut menggunakan truk pengangkut babi. Kekawatiran terus menghantui kami karena jika hujan datang, kami tidak dapat kembali ke Vunisea. Sambutan yang begitu luar biasa ketika kami tiba di lokasi. Seperti biasa budaya minum grog selalu dilakukan. Ini merupakan budaya untuk menghargai pengunjung atau tamu dari luar desa . Apalagi Kadavu adalah salah satu pulau yang sangat terkenal paling lezat Tanaman Yangona nya (grog berasal dari akar tanaman tersebut). Begitu antusiasnya peserta training membuat kami terus selalu semangat untuk sosialisasi local food & food safety, melatih mereka untuk berkreasi dengan sumberdaya alam yang ada. Motivasi terus dilakukan untuk mendorong mereka keluar dari keterbelakangan. Dengan keterbatasan sarana dan prasarana yang ada (desa-desa tersebut belum ada listrik), kita memulai dari pelatihan olahan yang sederhana, membuat getuk, cassava peel chips, dan cassava crackers. Sebagai informasi, getuk gulung menjadi makanan yang cukup terkenal di 17 wilayah di Fiji. Namanya pun tetap getuk sebagai misi membawa Bendera Merah Putih di wilayah Pasifik Selatan. Semangat, keceriaan dan kesederhanan selalu menghiasi pelatihan-pelatihan yang kami adakan di desa tersebut. Impian saya semoga Fiji mampu terus mengeksplorasi sumber dayanya dengan tidak pernah melupakan bahwa Indonesialah yang terus mendampingi pengembangan pangan mereka.
Hari terakhir di Pulau Kadavu diakhiri dengan farewel party dengan para penyuluh dan beberapa pemuka desa di Kantor Penyuluhan Vunisea. Selalu dengan pesta grog, menurut mereka minum grog merupakan suatu kehormatan dan kebersamaan yang mesti dilakukan . Pesta semalam suntuk dengan minum grog, untuk acara ini terpaksa saya harus kabuuuuuuuuuuuuuuuuur. Dari keseluruhan kegiatan berakhir dengan kesepakatan dengan penyuluh, bahwa mereka bersedia melatih dan medesiminasikan ilmu yang mereka peroleh selama pelatihan ke desa-desa lain di seluruh Kadavu. Alhamdulillahirobilalamin…… (NR)
* Penulis adalah Dosen muda STPP Jurluhtan Yogyakarta yang sedang bertugas di Negara Fiji