SIMPLE NOTES ON YASAWA ISLAND TRIP
( FIJI, DEC, 3RD-10TH, 2013)
Oleh : Endah Puspitojati*
www.pertanian.polbangtanyoma.ac.id . BULA !! Kembali dengan berbagi sedikit cerita tentang Fiji. Yasawa Island adalah tujuan saya kali ini. Kepulauan Yasawa merupakan salah satu kepulauan yang sangat terkenal dengan sejuta keindahannya di Fiji. Kepulauan ini terdiri dari beberapa pulau kecil salah satunya adalah Naviti Island, yang menjadi lokasi sasaran training kami. Saya merasa sangat beruntung mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi tempat tersebut, walaupun bukan untuk berlibur tapi demi menjalankan sebuah tugas. Waktu yang diperlukan menuju Yasawa adalah 4 jam perjalanan darat dan 4 jam perjalanan laut. Kapal yang kami gunakan pun bukanlah tourist boat, big speed boat atau sejenis kapal feri, namun hanya sebuah kapal nelayan kecil yang cukup memprihatinkan kondisinya. Kami menyewa kapal tersebut karena tim kami cukup banyak yaitu 16 orang (Training kali ini merupakan integrated training dari budidaya, soil sampling hingga food processing).
The adventure just began..
Awalnya saya sangat ragu dengan kondisi kapal mengingat begitu banyaknya peralatan training yang kita bawa dari laboratorium, namun mereka meyakinkan saya, akhirnya kamipun berangkat walau sangat molor dari waktu yang diperkirakan (Fiji time as ussual). Dan saya yakin Allah, SWT selalu bersama saya, apalagi tujuan perjalanan ini demi sebuah kebaikan. Slowly but sure.. kapal berjalan cukup pelan, namun saat itu laut bersahabat dengan kami, jadi saya bisa menikmati indahnya perjalanan di laut lepas menggunakan kapal terbuka. Beberapa lumba-lumba liarpun berenang dan menari di samping kapal mengiringi perjalanan kita. Subhanalloh…, benar-benar menakjubkan. Tak terasa sudah 5 jam lebih kami mengapung di air, kondisi gelap tanpa lampu. Akhirnya kamipun tiba, saya sangat terkejut saat itu, bukan pelabuhan tempat pemberhentian kita, tetapi sebuah tempat yang sangaaaat gelap, hanya cahaya bulan dan bintang yang menyinari kami, sudah hampir pukul 10 malam pada saat itu. Parahnya lagi kapal tak mampu menepi karena air laut pasang, taklama kemudian datang lah beberapa turanga (Fijian Language = Pria) membawa tangga. Satu persatu kamipun harus turun menggunakan tangga tersebut (Hebat orang Fiji, mereka tetap tangkas meskipun dalam gelap). Kami seakan-akan dievakuasi satu per satu dari kapal tersebut. Finally.. walau sangat sulit.. saya pun turun dari kapal, basah kuyup (maklum orangnya pendek, hehe). Ya Tuhan… tempat apa ini (jadi inget film-film model carribian yang terdampar di pulau-pulau terpencil), saya hanya berjalan mengikuti mereka tanpa tahu tujuan. Tibalah kami di hall (ruang pertemuan desa), Alhamdulillah ternyata ada listrik, sedikit lega.
Badan kedinginan, begini kalau di Jogja, langsunglah tuan rumah menghidangkan teh panas dan teman-temannya, tapi di Fiji, jangan pernah berharap teh panas, kopi atau snack muncul saat kita tiba. Grog always, haduwwh..Kita harus menunggu tradisi mereka “Savu-Savu”, upacara penyambutan pengunjung di desa, dengan satu mangkuk besar grog. Saya tidak mengerti karena semuanya menggunakan bahasa Fiji, namun yang saya perhatikan, gaya mereka memeras ataupun menyajikan grog berbeda-berbeda di setiap daerah di Fiji. Bahkan cara bertepuk tangan penerimaan grogpun juga berbeda. Kapan makannya… perut saya sudah bernyanyi, satu jam harus menunggu savu-savu tradition. Makan malam pun tiba singkong rebus, talas rebus, sukun rebus dan ikan dicampur santan tanpa bumbu. Hufh…
Akhirnya kamipun dibawa ke salah satu rumah penduduk, tengah malam gelap gulita (ternyata sumber lampu hanya berasal dari sebuah generator, jadi hanya tempat-tempat tertentu saja yang ada penerangannya). Untuk MCK pun kami harus berjalan cukup jauh dari rumah yang kami tempati, karena desa tersebut ternyata mengalami cukup kesulitan air bersih. Jam 12 malam, hanya dengan senter keciiil.
Malam pertama di Malevu Village, Naviti Island, Yasawa Fiji…dengan penuh kegelapan, tapi saya selalu berusaha untuk menerangi hati ini, karena Sang Pencipta akan selalu melindungi saya. Bismillahirohmanirohim…
Pagi yang cerah, membuka mata dan melihat keluar.. wow… so wonderful...indah sekali pemandangan desanya, penuh dengan kedamaian, bersih, hijau, dan udara yang sangat segar, jauh sekali dengan kondisi Fiji di Suva yang panas. Hembusan angin dan deburan ombak sangat bisa saya rasakan, ternyata hanya berjalan kurang dari 50 meter kami sudah berada di pinggir pantai. Indah, bersih, degradasi warna pantai sangat terlihat… dari bening, krem biru muda, hijau dan biru tua, masih perawan pantainya.
Ini hari pertama kami melakukan pelatihan. Pelatihan selama tiga hari berturut-turut dikemas dengan judul Food Processing Training for Community at Malevu Village. Beberapa presentasi laboratorium kami lakukan, dari food, feed, and soil analysis. Bagian saya masih tentang eksplorasi local food in Fiji dan dilanjutkan praktek membuat beberapa macam olahan dari sukun, ubi jalar, singkong dan beberapa buah-buahan yang mereka miliki. Peserta pelatihan terdiri dari sekitar 30 wanita dari beberapa desa di Naviti Island. Amazing… peserta sangat antusias dengan pelatihan yang kami lakukan, padahal di hari pertama dan kedua kami membuat 15 macam olahan mocaf, cassava leaf curry, Pineapple Ginger Hot Drink, Kumala Jam, Gethuk, Slondok, Cemplon, Cassava Chips, Kumala Chips, Uto Chips, Tamarind Leaf Juice, Kumala Cup Cake, Paw Paw Pickle etc. Training-training di periode dua kedatangan saya sudah cukup settle karena teman-teman di lab sekarang sudah bisa dilepas membimbing peserta untuk beberapa produk, request saya untuk gethuk.. “Please, you make red and white gethuk for me, red and white is Indonesia’s Flag, that will remind us about Indonesia, the country where the gethuk is orignally from “ Akhirnya berkibarlah merah putih di Yasawa walau hanya dengan sebuah “gethuk”. I’m proud to be Indonesian and I wanna be a proud Indonesian (saya bangga menjadi WNI dan saya ingin menjadi WNI yang membanggakan). Berita Red and White Gethuk pun sampai ke Kedutaan Republik Indonesia di Fiji, Alhamdulillah Bapak dan Ibu Dubes sangat bangga dan senang mendengarnya. Terimakasih, dukungan beliaulah salah satu yang menguatkan saya untuk bertahan di negara ini.
Alat lab rata-rata menggunakan listrik, padahal saya sudah mengingatkan mereka dari dulu pertama saya datang untuk menyediakan manual equipment untuk di desa. Benar dugaan saya.. overload generatornya, sekering pun terbakar di hari pertama dan kedua pelatihan. Tapi training must go on.. jadi apa yang bisa kami lakukan..kami lakukan.. mereka pun dengan sigapnya membuat tungku dari batu, dan menggunakan batang daun kelapa kering sebagai kayu bakar. Alhamdulilah…lancar hari pertama dan kedua.
Di hari ketiga saya memutuskan untuk meninggalkan alat-alat lab dan hanya menggunakan peralatan di desa yang mereka miliki, saya pun menyampaikan niat saya ke pimpinan rombongan kami untuk tidak perlu menyalakan generator pada saat pelatihan. “No need generator, just make use fire wood, and use whatever they have”. Motto lab kami adalah “Start with where you are and start with what you have”, motto yang sangat sederhana tapi penuh makna, jadi training yang ada selalu berangkat dari dimana mereka dan apa yang mereka miliki. Hari ketiga sesuai program yang ada kami membuat brownies, cassava lemon, coconut meat substitute (alias serundeng, hehe) etc. Terus terang baru kali ini saya memasak menggunakan tungku (maklum bukan pramuka sejati) dan kami lakukan di bawah pohon sukun, tajauh dari pantai. Membuat adonan brownies dengan garpu, mengkukus brownies tanpa kukusan (mereka tidak punya steamer), jadi yang saya lakukan hanya memasukan cetakan ke dalam panci besar seperti tim nasi. Alhamdulillah hasilnya luar biasa.. lebih terasa, mengembang dan ada rasa spesifik karena menggunakan tungku. Senyum mengembang dari peserta training membuat saya tidak terasa meneteskan air mata, karena produk ini sangat berpotensi untuk supply resort-resort di sekitar pulau dengan pendekatan kita. Untuk peningkatan pendapatan mereka.., karena sangat sulit bagi mereka untuk mendapatkan penghasilan di sebuah desa yang terisolir dari manapun. Jadi mereka hanya mengandalkan tanaman yang ada di sekitar mereka untuk makan. Terkungkung dengan kemiskinan dan kebodohan, buta akan dunia luar, semoga apa yang kami lakukan akan memberikan sedikit cahaya terang bagi mereka.
Masih tiga hari lagi di Malevu, hari-hari hanya diisi dengan jalan-jalan menikmati indahnya alam di beberapa desa di Naviti Island. Kegiatan kami penuh dengan berbagai pengalaman yang sangat berharga dan tak terlupakan bagi saya, dari belajar Pasific Dance, belajar Bahasa Fiji, sampai berpetualang menangkap crab (kepiting) di malam hari (dapat 1 ember penuh lho..). Kami pada saat itu mempunyai rencana menyewa kapal untuk menyusuri seluruh kepulauan di Yasawa, menuju Blue Lagoon, sebuah gua di tengah laut dengan dua ikan penjaga. Wow… tempat syuting film Blue Lagoon, blue lagoon is very popular place in the world.. saya membayangkan betapa indahnya tempat tersebut. Namun sayang rencana kesana mendadak pagi pagi harus dibatalkan karena angin kencang pada saat itu. Mungkin itu yang terbaik bagi kami daripada terjadi sesuatu ditengah perjalanan nanti. Hari itu kita hanya berjalan menyusuri pantai sepanjang 5 km, melelahkan memang namun ketika tiba di lokasi, jauh lebih-lebih indah pantainya daripada Malevu, seperti kaca.. kita bisa melihat timun laut, bintang laut, ular laut ikan dari permukaan. Subhanalloh..
Fishing Competition Time…, lomba mancing di pantai.. cuma dapat ikan satu, kecil lagi, itupun bukan saya yang dapat.
Back to Malevu for closing ceremony. Penutupan pelatihan dilakukan malam harinya, selalu dengan grog.. benar-benar saya tidak bisa menikmatinya. Direktur kami datang untuk menutup pelatihan ini, evaluasi dilakukan.. seluruh peserta sangat-sangat puas dan berkesan dengan pelatihan yang kita berikan, mereka bahkan sampai nangis-nangis saat menyampaikannya. Saya hanya berpesan pada Koronivia Research Station untuk terus melakukan monitoring pasca pelatihan melalui kepala desanya mengingat tidak ada satupun penyuluh pertanian yang ada di pulau ini. Ini yang menjadi catatan saya untuk Kementan Fiji agar menempatkan beberapa penyuluh di pulau ini mengingat merekalah salah satu ujung tombak kemajuan pertanian di suatu bangsa.
Hari terakhir di Malevu, saatnya pulang. Apalagi ini…,kapal yang akan kita tumpangi jauh ditengah laut, tidak bisa menepi lagi, satu persatu kami harus naik speed boat keciiil menuju kapal.. dan benar memang rafting, saya cukup kesulitan untuk naik ke kapal. Perjalanan pulang ke Koronivia sungguh sangat menegangkan, angin kencang, ombak besar.. seakan akan kapal hampir tidak mampu menahan gejolak lautan. 5 jam perjalanan kami di laut, 4 jam diliputi ketegangan.. tapi alhamdulillah kami akhirnya tiba dengan selamat. Vinaka Vakalevu (Fijian Language = Terima kasih).
NR
* Penulis adalah Dosen muda STPP Jurluhtan Yogyakarta yang sedang bertugas di Negara Fiji