Dari STPP Yogya, Latifah: Saya Akan Tularkan Good Farming Practices Kepada Petani

PEREMPUAN DESA BERSAHAJA itu bernama Latifah Nur Hidayat dan kini menempuh pendidikan kepenyuluhan di Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) Yogyakarta pada umur 21 tahun. Ia berasal dari suatu desa di Temanggung (Provinsi Jawa Tengah) yang berjarak sekitar 100 kilometer (km) dari Yogyakarta, Ibukota Provinsi Istimewa Yogyakarta (DIY). Latiha anak sulung dari empat bersaudara yang dilahirkan dari seorang ibu petani. Ayahnya petani sekaligus penyuluh di desanya. Berikut cerita Latifah tntang alasan mengapa memlih studi penyuluhan.

 Latifah Nur Hidayat (Foto:sembada/rori)

Saya menempuh pendidikan di STPP ini karena kemauan sendiri lantaran dorongan yang luar biasa kuat sebagai pembantu petani. Ya, pembantu petani. Melayani petani. Juga lantaran setiap hari menyaksikan keringat bapak saya yang bekerja menjadi penyuluh sekaligus bertani. Orang tua saya petani holtikultura sejak dahulu turun temurun. Kebetulan orang tua saya petani turun temurun—ibu bertani, ayah bertani dan dipercaya jadi penyuluh.

Saya berkeinginan memajukan pertanian dengan menerapkan segala inovasi dan teknologi yang saya pelajari di kampus ini. Saya melihat dari dahulu nasib semua petani yang ada di desa atau kampung saya kok miskin dan hidup sangat sederhana. Kok bertani itu susah dan hanya begitu-gitu saja.

Sudah Merdeka Tetapi Miskin

Indonesia sudah merdeka hampir 75 tahun kok petani tidak merdeka. Ah, hal itu sangat memprihatinkan. Istilahnya, petani tidak ada yang maju dari sisi perekonomian maupun pendidikan. Jdi, mumpung saya masih muda dan mendapatkan kesempatan menggali ilmu di sekolah tinggi ini saya berkeinginan nantinya setelah selesai dari sini mengajarkan kepada semua petani kita cara bertani yang baik  agar mendapatkan hasil yang maksimal bahkan bisa kaya.

Ya, saya akan tularkan kepada petani  the good practice of farming (cara-cara yang baik dalam pertanian) atau good farming practices (praktik-praktik pertanian yang baik). Pasti petani bisa. Pasti petani Temanggung bisa. Pasti petani Indonesia bisa. Saya yakin…!

Saya juga ingin meneruskan perjuangan dan pekerjaan ayah saya menjadi penyuluh pertanian agar saya  nantinya bisa membimbing dan memberi penerangan kepada semua petani cara bertani yang baik dan tepat. Semua petani berpelunag dan bisa mendapat kemakmuran. Saya akan meyuluh dan memberikan pendidikan kepada petani  sesuai dengan ilmu yang saya dapat di sekolah tinggi ini.

Saya juga akan mengajari semua petani yang saya suluh agar bertani secara moderen. Tentu saya akan menunjukkan kepada semua petani kenapa petani zaman dahulu itu tidak berkembang dan selalu miskin. Ya, karena cara bertaninya itu tidak diiringi oleh ilmu dan tekhnologi. Untuk itu nantinya saya akan membimbing dan mengajak serta mengajarkan petani untuk mengubah sikap  dan budaya bertani yang sudah ketinggalan zaman, agar prikalu dan sikap petani dalam bertani itu agar lebih baik  sehingga bisa bertani lebih maju dan banyak menghasilkan uang.

Kultur Bertani Kolot Harus Diubah

Bahasa sekarang mengubah etos kerja dan mind-set petani. Mengubah kultur petani. Saya sadar hal itu tidak mudah. Tentu tidak cukp hanya bicara. Harus berlumpur. Harus ke sawah, mungkin di-entup lintah atau dipathuk ulo. Itu tidak terlalu masalah. Ular sawah tidak berbahaya. Malah harus dilestarikan karena sudah menjadi sahabat petani dalam memberantas hama. Juga harus ke tegalan member contoh. Nah, kalau di tegalan bisa saja ada ular kobra atau yang lain yang berbahaya, tetapi ajaran orangtua, sangat jarang petani diganggu ular. Itulah…!

Kultur petani yang harus diubah itu karena pola pikir petani yang kolot dan cenderung keras kepala serta  prilaku bertani yang salah telah mereka lakoni dari dulu dengan sabar akan saya ajarkan dan bimbing menuju moderen. Pasti akan butuh waktu yang lama, tetapi saya akan bersabar untuk itu.

Saya akan rajin mengadakan rapat desa dengan semua petani. Saya akan turn langsung ke lapangan memberikan contoh sesuai dengan ilmu yang saya dapat. Ya, ini satu konsep, walau saya masih lama menempuh pendidikan. Masih lama selesai, haaahhaaa….ehm..! Lalu hasilnya akan saya bandingkan dengan pola lama yang dikerjakan oleh para petani. Nantinya mereka akan membandingkan hasil yang saya peroleh dengan hasil yang mereka dapatkan dengan gaya lama. sehingga petani itu akan percaya dengan apa yang saya ajarkan. Dan menurut teori, kultur itu bisa diubah dengan contoh berazaskan manfaat—mangkus, hasil guna (effective) dan tepat guna  (efficience). *sembada

PEREMPUAN DESA BERSAHAJA itu bernama Latifah Nur Hidayat dan kini menempuh pendidikan kepenyuluhan di Sekolah Tinggi Penyuluh Pertanian (STPP) Yogyakarta pada umur 21 tahun. Ia berasal dari suatu desa di Temanggung (Provinsi Jawa Tengah) yang berjarak sekitar 100 kilometer (km) dari Yogyakarta, Ibukota Provinsi Istimewa Yogyakarta (DIY). Latiha anak sulung dari empat bersaudara yang dilahirkan dari seorang ibu petani. Ayahnya petani sekaligus penyuluh di desanya. Berikut cerita Latifah tntang alasan mengapa memlih studi penyuluhan.   Saya menempuh pendidikan di STPP ini karena kemauan sendiri lantaran dorongan yang luar biasa kuat sebagai pembantu petani. Ya, pembantu petani. Melayani petani. Juga lantaran setiap hari menyaksikan keringat bapak saya yang bekerja menjadi penyuluh sekaligus bertani. Orang tua saya petani holtikultura sejak dahulu turun temurun. Kebetulan orang tua saya petani turun temurun—ibu bertani, ayah bertani dan dipercaya jadi penyuluh. Saya berkeinginan memajukan pertanian dengan menerapkan segala inovasi dan teknologi yang saya pelajari di kampus ini. Saya melihat dari dahulu nasib semua petani yang ada di desa atau kampung saya kok miskin dan hidup sangat sederhana. Kok bertani itu susah dan hanya begitu-gitu saja. Sudah Merdeka Tetapi Miskin Indonesia sudah merdeka hampir 75 tahun kok petani tidak merdeka. Ah, hal itu sangat memprihatinkan. Istilahnya, petani tidak ada yang maju dari sisi perekonomian maupun pendidikan. Jdi, mumpung saya masih muda dan mendapatkan kesempatan menggali ilmu di sekolah tinggi ini saya berkeinginan nantinya setelah selesai dari sini mengajarkan kepada semua petani kita cara bertani yang baik  agar mendapatkan hasil yang maksimal bahkan bisa kaya. Ya, saya akan tularkan kepada petani  the good practice of farming (cara-cara yang baik dalam pertanian) atau good farming practices (praktik-praktik pertanian yang baik). Pasti petani bisa. Pasti petani Temanggung bisa. Pasti petani Indonesia bisa. Saya yakin…! Saya juga ingin meneruskan perjuangan dan pekerjaan ayah saya menjadi penyuluh pertanian agar saya  nantinya bisa membimbing dan memberi penerangan kepada semua petani cara bertani yang baik dan tepat. Semua petani berpelunag dan bisa mendapat kemakmuran. Saya akan meyuluh dan memberikan pendidikan kepada petani  sesuai dengan ilmu yang saya dapat di sekolah tinggi ini. Saya juga akan mengajari semua petani yang saya suluh agar bertani secara moderen. Tentu saya akan menunjukkan kepada semua petani kenapa petani zaman dahulu itu tidak berkembang dan selalu miskin. Ya, karena cara bertaninya itu tidak diiringi oleh ilmu dan tekhnologi. Untuk itu nantinya saya akan membimbing dan mengajak serta mengajarkan petani untuk mengubah sikap  dan budaya bertani yang sudah ketinggalan zaman, agar prikalu dan sikap petani dalam bertani itu agar lebih baik  sehingga bisa bertani lebih maju dan banyak menghasilkan uang. Kultur Bertani Kolot Harus Diubah Bahasa sekarang mengubah etos kerja dan mind-set petani. Mengubah kultur petani. Saya sadar hal itu tidak mudah. Tentu tidak cukp hanya bicara. Harus berlumpur. Harus ke sawah, mungkin di-entup lintah atau dipathuk ulo. Itu tidak terlalu masalah. Ular sawah tidak berbahaya. Malah harus dilestarikan karena sudah menjadi sahabat petani dalam memberantas hama. Juga harus ke tegalan member contoh. Nah, kalau di tegalan bisa saja ada ular kobra atau yang lain yang berbahaya, tetapi ajaran orangtua, sangat jarang petani diganggu ular. Itulah…! Kultur petani yang harus diubah itu karena pola pikir petani yang kolot dan cenderung keras kepala serta  prilaku bertani yang salah telah mereka lakoni dari dulu dengan sabar akan saya ajarkan dan bimbing menuju moderen. Pasti akan butuh waktu yang lama, tetapi saya akan bersabar untuk itu. Saya akan rajin mengadakan rapat desa dengan semua petani. Saya akan turn langsung ke lapangan memberikan contoh sesuai dengan ilmu yang saya dapat. Ya, ini satu konsep, walau saya masih lama menempuh pendidikan. Masih lama selesai, haaahhaaa….ehm..! Lalu hasilnya akan saya bandingkan dengan pola lama yang dikerjakan oleh para petani. Nantinya mereka akan membandingkan hasil yang saya peroleh dengan hasil yang mereka dapatkan dengan gaya lama. sehingga petani itu akan percaya dengan apa yang saya ajarkan. Dan menurut teori, kultur itu bisa diubah dengan contoh berazaskan manfaat—mangkus, hasil guna (effective) dan tepat guna  (efficience). sumber http://www.sembadapangan.com/dari-stpp-yogya-latifah-saya-akan-tularkan-good-farming-practices-kepada-petani

Leave a Reply

Skip to content